Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2012/09/cara-membuat-tab-menu-horizontal.html#ixzz2BUn2TQsY




Cari Misteri

Bedanya Sinde dan Cap Kaki Tiga "larutan panas dalam cap badak"

Sejak pertama kali diperkenalkan pada 1980-an, larutan penyegar produksi PT Sinde Budi Sentosa muncul sebagai pioner obat panas dalam di pasar Indonesia. Selama puluhan tahun, larutan penyegar yang terkenal dengan simbol badak ini mampu tumbuh dan berkembang hingga menjadi produk andalan Sinde.

Pada 1978, PT Sinde Budi Sentosa menerima lisensi untuk penggunaan merek dagang cap Kaki Tiga dari Wen Ken Drug Singapore. Namun, lantaran persyaratan yang diminta pemilik merek Kaki Tiga begitu berat, PT Sinde Budi Sentosa memutuskan memproduksi larutan penyegar cap Badak.

"Perubahan ini adalah non teknis, pemberi lisensi dari Singapura Wen Ken kepada Sinde Budi Sentosa memberatkan dari segi hukum dan lainnya. Maka manajemen Sinde Budi Sentosa mengambil keputusan ganti merek logo dari cap Kaki Tiga menjadi cap Badak," kata Presiden Direktur perusahaan tersebut, Budi Yuwono, dalam tayangan Usaha Anda, Sabtu (23/7).

Menurut Budi, belakangan ini ada produk yang menjiplak larutan penyegar cap Badak. Ia pun mengimbau konsumen di Indonesia jangan terkecoh. Caranya, dengan melihat logo Sinde dan gambar pada produk Sinde Budi.

PT Sinde Budi Sentosa merupakan perusahaan farmasi yang memproduksi dengan fasilitas modern seusai dengan standar Good Manufacturing Practice. Sinde juga telah mendapat pengakuan dari Majelis Ulama Indonesia dengan dikeluarkannya sertifikat halal pada 2007.

"Semua produk yang mendapat sertifikat halal sudah sesuai standar SOP. Artinya kalau Sinde sudah mendapat sertifikat halal sudah jelas layak untuk dikonsumsi karena dia pun mendapat izin dari badan POM untuk izin edar," ujar Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI Usmena Gunawan.

Bagi setiap konsumen loyal diharapkan jeli dalam memilih larutan penyegar yang akan dikonsumsi. Konsumen setia Sinde tak perlu khawatir dengan perubahan merek karena formula yang digunakan tetap sama.(ASW/IAN)

Kinocare Pemegang Lisensi Baru Cap Kaki Tiga

Liputan6.com, Jakarta: Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga sudah dipercaya masyarakat Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Pionir di industri larutan penyegar ini merupakan produk dari perusahaan farmasi Wen Ken Drugs.

"Wen Ken Drugs adalah perusahaan farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Diproduksi sejak tahun 1937, Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia," tutur Direktur Wen Ken Drug Fu Siang Jin di tayangan Usaha Anda SCTV, Sabtu (10/9).

Seiring berjalannya waktu, Indonesia dipercaya untuk terus memasarkan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga. Lisensi produk diserahkan dari Wen Ken Drugs ke Kino Group, yang telah memperoleh izin Badan Pengawas Obat dan Makanan.

"Saat ini di Indonesia yang ditunjuk sebagai pemegang lisensi Merek Cap Kaki Tiga untuk produk Larutan Penyegar dengan etiket merek yang menggunakan Karakter Badak Bercula adalah Kino Group," tutur Gunawan Widjaja, kuasa hukum Wen Ken Drugs.

"Kami akan selalu menjaga kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini," papar CEO PT. Kinocare Era Kosmetindo Harry Sanusi.

"Pabrik kami telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, memiliki sertifikasi ISO 9000 versi 2008 dari standar ISO SGS. Untuk produk Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga, kami telah memiliki sertifikasi halal dari MUI," ujar Kepala Pabrik PT Kinocare Era Kosmetindo Joko Guntoro.

Jangan sampai salah membedakan Larutan Penyegar Cap Kaki Tiga yang asli dengan yang palsu. Produk asli memiliki logo Cap Kaki Tiga, tulisan merek Cap Kaki Tiga, dan gambar badak. Ingat larutan penyegar, ya Cap Kaki Tiga, tidak ada yang lain.(WIL/ULF)

Larutan Cap Kaki Tiga Tidak Berganti Nama Jadi Cap Badak


Jakarta (GNI),- Bertempat Di Hotel Niko Jakarta -Pusat Selasa 13 September 2011 Pemilik Merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA Wen Ken Drugs Pte Ltd (WKD ) asal singapura ,telah memberi Lisensi kepada PT Kinocare Era Kosmetindo (Kino) untuk memproduksi larutan penyegar Cap KAKI TIGA di Indonesia sesuai dengan merek aslinya dan tidak berganti nama menjadi Cap BADAK, pernyataan ini disampaikan saat menggelar jumpa pers kemarin.

Lisensi dari WKD tersebut diberikan kepada Kino pada tanggal 28 April 2011 dan memberikan kewenangan kepada Kino untuk memproduksi, menjual, memasarkan dan mendistribusikan produk di Indonesia. Sementara, kerja sama WKD dengan perusahaan manufaktur Indonesia yang lama telah berakhir pada tanggal 4 Februari 2008 yang dikuatkan dengan putusan pengadilan.

Presiden Direktur Kino Harry Sanusi Mengatakan."Dengan berakhirnya kerja sama tersebut berarti klaim mitra bisnis lama WKD bahwa larutan penyegar Cap KAKI TIGA telah berganti merek menjadi Cap BADAK merupakan pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan publik, hal tersebut berdampak merugikan bagi banyak pihak"selain merugikan Wen Ken Drugs sebagai pemilik merek, pernyataan itu juga merugikan kami sebagai pemegang lisensi yang baru "ujar Harry Sanusi saat jumpa pers.

Bisnis Manufaktur sudah dijalankan Harry. Sejak tahun 1999. Kini, pabrik Kino telah memiliki sertifikasi CPOTB, menjalankan GMP, serta memiliki sertifikasi ISO 9000 versi. 2008 dari standar ISO SGS.

Untuk Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA, Kino telah memiliki sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia dan izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan. "Kami akan selalu menjaga Kerahasiaan dan keabsahan formulasi dari Wen Ken Drugs. Perusahaan lain belum tentu bisa memiliki keistimewaan ini " kata Harry.

Etiket merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan Badak sepenuhnya. Adalah milik WKD sejak tahun 1973. Keseluruhan etiket merek tersebut mengandung lukisan Badak yang berdiri di atas batu, latar belakang berupa gambara gunung, sungai, dan sawah, serta tulisan LARUTAN. PENYEGAR. Dalam berbagai bahasa yang merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Wen Ken Drugs adalah perusahaan Farmasi pemilik merek Larutan Penyegar Cap KAKI TIGA yang diproduksi sejak tahun 1973. Larutan penyegar Cap KAKI TIGA telah hadir selama 74 tahun dan 30 tahun menemani masyarakat Indonesia, "tutur Direktur Wen Ken Drugs Fu Siang Jeen.

Kino berharap mitra lama WKD melakukan bisnis dengan itikad baik dan bersaing secara sehat' kami juga berharapa perkara hukum atas merek Cap KAKI TIGA dengan lukisan badak bisa segera tuntas agar kami bisa berbisnis dengan nyaman ."Ujar Harry.

Penjualan naik 20%

Kino menargetkan pertumbuhan penjualan di 2011 naik 20% dibandingkan tahun lalu dengan nominal penjualan antara Rp 1 triliun - Rp 2 triliun di tahun lalu. Penjualan tak hanya di dukung produk larutan penyegar tapi juga merek consumer goods lainnya seperti Sleek, Absolute, Ovale, dan sebagainya.

Kaki Tiga Masuk Pengadilan
Tak banyak yang peduli dengan perkara niaga “kaki tiga” ini. Wajar, karena sebagian besar pengunjung Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat lebih akrab dengan perkara “kaki dua”, perdata atau pidana, yang memang bejibun jumlahnya.

Alkisah “Kaki Tiga” menjadi akrab di telinga tak bisa lepas dari peran PT Sinde Budi Sentosa, sebuah perusahaan farmasi yang berdiri sejak 1978. Melalui produk larutan penyegar dalam botol, perusahaan yang semula bermarkas di Tambun, Jawa Barat itu, pada tahun 1981 langsung menyodok selera konsumen.

Maklum, larutan tersebut tanpa rasa, tanpa warna, tanpa bahan pengawet dan murah. Merek “Kaki Tiga” memang hoki, karena sejak itu PT Sinde Budi Sentosa langsung melakukan pengembangan produk, di antaranya membuat tujuh rasa berbeda dalam kemasan kaleng dan juga dalam bentuk kaleng yang beragam sebagai produk baru, memperluas ragam produk dengan memproduksi versi baru dari Balsem Pala (Bapala) dan sekaligus memperluas distribusinya dengan penambahan gudang seluas 6.000 m2.

Tak cuma itu, pada 1995 PT Sinde Budi Sentosa memperoleh lisensi Sirup Obat Batuk Nin Jiam Pei Pa Koa dari Hong Kong, dan Pil Chi Kit Teck Aun dari Malaysia dan memindahkan kantor pusat ke Wisma SMR di Jakarta Utara. Sementara pada tahun 2002, PT Sinde Budi Sentosa memperkenalkan Ena’O, minuman energi, dan mendiversifikasikannya ke dalam kemasan botol, kaleng dan sachet bubuk dan sachet cair.

Namun, pada Februari 2008 lalu, kehandalan pengelola mengembangkan menjadi perusahaan farmasi ternama tercoreng. Bahkan, sejak Maret 2008, saat sejumlah koran mengumumkan PT Sinde Budi Sentosa bukan pemegang lisensi merek Cap Kaki Tiga. Sang induk pengumuman, Wen Ken Drug Co Pte Ltd, perusahaan yang berkedudukan di Singapura, mengungkapkan bahwa Wen Ken Drug adalah pemilik sah merek dagang “Cap Kaki Tiga”, termasuk produk larutan penyegar Cap Kaki Tiga.

Selain itu, Wen Ken Drug juga mengumuman telah menunjuk PT Tiga Sinar Mestika sebagai kuasa dari Wen Ken Drug terhitung sejak 2 Juni 2008. PT Tiga Sinar Mestika akan membantu Wen Ken Drug mencari calon penerima lisensi merek dagang di Indonesia. Pada hari yang sama, PT Tiga Sinar Mestika juga mengumumkan undangan resmi kepada siapapun (termasuk PT Sinde Budi Sentosa) yang berminat menjadi calon penerima lisensi merek dagang.

Namun, selang beberapa hari, giliran PT Sinde Budi Sentosa membuat pengumuman peringatan. Isinya, mengingatkan semua pihak untuk tidak menerima lisensi merek Cap Kaki Tiga dari Wen Ken Drug atau kuasanya. Seandainya ada pihak yang mengabaikan peringatan tersebut, Sinde tak segan-segan mengajukan tuntutan hukum.

Pengumuman Sinde juga memperingatkan Wen Ken Drug “untuk tetap menghormati hukum, dengan tidak mengalihkan lisensi merek ‘Cap Kaki Tiga’ kepada pihak lain sebelum adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang mengakhiri lisensi antara Wen Ken Drug dengan Sinde Budi Sentosa.

Kaki Menggugat
Tak cukup dengan gertak pengumuman, pada 22 September 2008, PT Tiga Sinar Mestika, selaku substitusi dari perusahaan asal Singapura Wen Ken Drug Co Pte Ltd, menggugat PT Sinde Budi Sentosa, produsen Cap Kaki Tiga, melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Dalam gugatannya, Tiga Sinar Mestika meminta Pengadilan memerintahkan Sinde Budi Sentosa menghentikan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk dengan merek Cap Kaki Tiga yang antara lain berupa produk larutan penyegar, balsem, puyer sakit kepala, obat kurap, dan salep kulit.

Penggugat menuntut dua macam ganti rugi materiil. Pertama, kerugian materiil yang terkait dengan pembayaran royalti oleh tergugat kepada penggugat sejumlah 1% dari penjualan tergugat per tahun terhitung sejak 1978. Kedua, kerugian material terkait dengan upaya penghilangan logo Kaki Tiga, sejumlah S$1 juta per tahun, terhitung dari 2000. Nilai S$1 juta ini diklaim setara dengan biaya promosi produk Cap Kaki Tiga.

Penggugat juga menuntut dua macam ganti rugi immateriil. Pertama, immateriil S$100 juta, terkait dengan upaya penghilangan logo Cap Kaki Tiga, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat. Kedua, immateriil S$100 juta, terkait dengan kegiatan produksi, penjualan, pemasaran, dan pendistribusian produk-produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga secara tidak sah dan tanpa hak, yang diklaim dapat membawa akibat buruk bagi nama baik penggugat.

Sementara itu, pada sidang yang diketuai Majelis Hakim Panusunan Harahap, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, 22 September 2008, penggugat menyebutkan pihaknya telah menggunakan merek Cap Kaki Tiga di Singapura sejak 1937, dan merek tersebut diklaim telah terkenal di dunia internasional hingga saat ini.

Penggugat (Wen Ken) dan tergugat (Sinde Budi Sentosa), menurut penggugat, menjalin kerja sama untuk memproduksi, menjual, memasarkan, dan mendistribusikan produk dengan menggunakan merek Cap Kaki Tiga. Wen Ken mengklaim kerja sama yang terjadi dengan Sinde Budi Sentosa adalah didasarkan pada hubungan kekeluargaan, sehingga tidak pernah dibuat dan ditandatangani Perjanjian Lisensi secara tertulis.

Perusahaan asal Singapura itu juga mengklaim Sinde Budi Sentosa tidak membayar royalti secara kontinu, tidak menyampaikan laporan produksi dan atau penjualan produk yang menggunakan merek Cap Kaki Tiga, serta menghilangkan gambar atau logo Kaki Tiga dari kemasan produk Cap Kaki Tiga.

Sejak 2000, menurut penggugat, pihaknya berupaya untuk membahas masalah pembuatan suatu perjanjian lisensi. Mengingat perundingan tidak mencapai titik temu, pada Februari 2008 penggugat mengumumkan pemberitahuan di media massa bahwa pihaknya tidak mempunyai hubungan kerja sama lagi dengan tergugat. Ya, kini larutan itu memanas!. simon leo siahaan, yoyok b pracahyo

Lisensi Sejak 1978
Merasa dirugikan, Sinde Budi menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri Bekasi. Alasannya, Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain.

Dalam gugatan yang didaftarkan pada 28 Oktober 2008 lalu, Sinde Budi menilai pengakhiran itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian. Bahkan, Sinde Budi menuding perusahaan asal Singapura itu telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH).

Dalam gugatannya, perusahaan itu meminta agar pengadilan menyatakan perikatan lisensi merek Cap Kaki Tiga antara kedua pihak adalah sah dan mengikat menurut hukum, serta menyatakan pengakhiran lisensi yang dilakukan Wen Ken adalah tidak sah dan merupakan perbuatan melawan hukum.

Dalil itu mengacu pada pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.

"Kami juga menuntut Wen Ken membayar ganti rugi yang jumlahnya Rp 800 miliar, sebagai pengganti biaya promosi, kerugian bisnis berupa potential loss, kerugian investasi berupa pabrik, tanah, dll," ujar Andi F Simangunsong, salah satu kuasa hukum Sinde Budi, belum lama ini.

Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai komprensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.

Selain itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan (loss profit) sebesar 5% dari total omset per tahun selama 10 tahun yaitu Rp200 miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.

Diperoleh informasi, perjanjian lisensi ternyata sudah dituangkan sejak 1978. Perjanjian itu ditandatangani oleh Fu Weng Leng, Direktur Sinde Budi kala itu. Isinya meminta Sinde Budi untuk memproduksi dan memasarkan produk Cap Kaki Tiga di Indonesia. Sinde Budi juga diminta untuk mendaftarkan merek dan produk Cap Kaki Tiga ke Direktorat Paten.

Sebelumnya, pada 1976 Direktorat Paten menolak pendaftaran Cap Kaki Tiga lantaran memiliki kemiripan dengan merek Kaki Tiga Roda yang lebih dulu terdaftar. Akhirnya pada 1979 merek Kaki Tiga Roda milik Thee Tek Seng dibeli oleh Sinde Budi yang dibiayai Tjioe Budi Yuwono, salah satu pemegang saham Sinde Budi. Karena itulah bisnis Cap Kaki Tiga bisa berjalan hingga sekarang.

Sinde Budi malah balik menuding Wen Ken yang tidak beritikad baik saat menyusun draft perjanjian lisensi. Sebab meski sudah mencapai kesepakatan pada 29 Januari 2008, sehari kemudian Wen Ken tidak mau menandatangani perjanjian tersebut. Namun demikian, Sinde Budi masih mau bernegosiasi meskipun akhirnya tidak tercapai kesepakatan.

Soal pembayaran royalti, Sinde Budi menyatakan sudah melaksanakannya dalam pembayaran sekaligus (lump sum) tanpa memperhitungkan jumlah yang akan diproduksi. Beberapa tahun terakhir disepakati pembayaran royalti sebesar S$660 ribu per tahun. Jumlah royalti yang dibayarkan sejak 1978 hingga 30 April 2008 mencapai S$4,962 juta. Sementara soal pelaporan hasil produksi dan penjualan, Sinde Budi tidak wajib dilaporkan pada Wen Ken. simon, yoyok

sumber: http://www.kaskus.us/showthread.php?t=12003581

15 comments:

Gudang Cewek mengatakan...

Thanks gan... akhirnya aku tau sebabnya cap kaki tiga vs cap badak!!

pemeliharaan mesin mengatakan...

keren

motivator indonesia mengatakan...

salam kenal

parking mengatakan...

semoga bermanfaat

cleaning services mengatakan...

tips yang bagus

rumah mengatakan...

semoga sukses

rumah dijual mengatakan...

apa di jawa banyak badak pak?

rumah disewa mengatakan...

di daerah mana baru banyak badak pak?

rumah dijual di jakarta barat mengatakan...

apa di indonesia banyak badak pak?

rumah dijual di jakarta selatan mengatakan...

kalau di kasih makan rumput mau ga pak?

rumah dijual di jakarta utara mengatakan...

sekarang harga badak berapa duit pak?

rumah dijual di jakarta timur mengatakan...

ada berapa macam badak pak?

jantung koroner mengatakan...

itu badak apa pak?

Anonim mengatakan...

ouw....
begitu.....

Unknown mengatakan...

Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
dengan KYAI SEMPONO, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SEMPONO
kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SEMPONO Di Tlp 0852-2589-0869
agar di berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur,
saya sendiri dulu hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik,
jika ingin seperti saya coba hubungi KYAI SEMPONO pasti akan di bantu Oleh Beliau

Posting Komentar