Sumber: http://eltelu.blogspot.com/2012/09/cara-membuat-tab-menu-horizontal.html#ixzz2BUn2TQsY




Cari Misteri

Fenomena Unik Jenglot


sumber :http://tidakmenarik.wordpress.com/2009/05/25/fenomena-unik-jenglot/



http://tidakmenarik.files.wordpress.com/2009/05/jenglot2.jpg?w=270&h=427


Mempertontonkan jenglot kepada khalayak bukan sesuatu yang melanggar ‘adat istiadat’ jenglot. Namun, penempatan jenglot di tempat yang terang benderang merupakan sebuah pelanggaran ‘tata krama’ kultural sosial kaum jenglot yang identik dengan dunia malam.


JENGLOT yang ditemukan Mbah Lamidi pada Jumat, 8 Mei 2009, di Desa Ngadiluhur, Balen, Bojonegoro (Surya, 13/5/2009) merupakan makhluk ‘jadi-jadian’ murni dari wujud aslinya yang abstrak, mistis dan supranatural. Jenglot itu perwujudan jasmani jin (setan) yang asalnya mustahil diraba, disentuh atau dipandang secara kasat mata manusia. Kecenderungan jin mengubah wujud, tak lepas dari permintaan paranormal yang menemui dan ‘melobinya’.

Biasanya, paranormal lebih dulu memenuhi sejumlah permintaan ‘unik’. Misalnya, harus menyediakan darah segar hewan, tulang belulang hewan gorengan bekas dimakan, kotoran hewan, kemenyan (dupa) yang dibakar atau sisa-sisa makanan manusia setiap hari untuk makanan si jenglot. Ada jenglot yang menuntut darah segar manusia, tapi makanan favorit jenglot adalah darah segar hewan dan bau kemenyan dibakar yang berbau wangi.


Pada dasarnya, jenglot menyukai tempat gelap (remang-remang). Aktivitas jenglot akan kelihatan nampak di malam hari sampai sebelum fajar Shodiq (Subuh) tiba (sekitar pukul 04.00 WIB). Jika suara ayam berkokok di pagi hari (sekitar pukul 03.00 WIB), segenap jin (jenglot) akan mengakhiri aktivitas kehidupannya. Intinya, tenggang waktu antara matahari terbenam hingga terbit di pagi hari, adalah masa-masa rutinitas kehidupan jenglot.


Mbah Lamidi menangkap jenglot pagi hari, pukul 02.00 WIB, atau masa-masa di mana para jenglot sibuk mencari makan. Penangkapan jenglot tak mudah. Pendekatannya lewat semedi, yang harus mengorbankan ideologi keagamaan. Misalnya, kewajiban salat lima waktu harus ditinggalkan, larangan mengakui Al Quran sebagai kitab suci, larangan menyentuh air untuk mandi dan wudu, larangan menyembelih binatang dengan menyebut nama Tuhan, harus menyebut nama seorang jin atau juga diperintah membaca mantera syirik.

Jenglot berkelamin wanita lebih mudah ditangkap bila yang menangkapnya paranormal laki-laki. Sebaliknya, paranormal wanita lebih disukai jenglot jantan (laki-laki). Perbedaan gender ini mempercepat komunikasi paranormal dan jenglot. Bahkan, bila si jenglot timbul rasa ‘cinta’, proses ‘evakuasinya’ sangat mudah. Penulis justru takut dan khawatir jika jenglot yang ditangkap Mbah Lamidi berjenis kelamin perempuan dan sudah mencintai Mbah Lamidi.
Bisa saja jenglot itu di kemudian hari mendatangkan persoalan bagi Mbah Lamidi dan keluarganya. Harapan penulis, jenglot hanyalah jenglot mistis yang butuh makanan. Lalu dia ‘menebeng’ makan di rumah Mbah Lamidi. Bila perkiraan ini benar, penulis dapat pastikan, jenglot Mbah Lamidi sudah berumur tua dan tidak mampu bersaing mencari makanan. Solusinya, memanfaatkan Mbah Lamidi untuk menyediakan makanan setiap hari. Imbalannya, dia berubah wujud dari jasmani immateri menjadi jasmani materi (jenglot) yang dapat dilihat dan ditonton secara kasat mata.


Dendam Jenglot

Hakikat hidup jenglot adalah di alam immateri (gaib). Kalau ada jenglot yang menampakkan diri dalam kehidupan alam nyata manusia akan menimbulkan spekulasi terhadap si jenglot dan paranormal yang menghadirkannya (menangkapnya). Bagaimana mungkin jenglot bisa terjadi? Yang lucu, akhirnya lahir statemen kultusasi terhadap si dukun. Betapa ’saktinya’ dan beraninya si dukun.

Penampakan jenglot di dunia materi dipicu sebuah kesepakatan dan perjanjian ‘empat mata’ non-formal antara dukun dan jenglot. Jenglot adalah pihak yang sering kali melanggar perjanjian yang dibuat. Si paranormal dipastikan tidak dapat berbuat apapun untuk menuntut jenglot yang ‘mengkhianatinya’.

Bila si paranormal yang mengingkari kesepakatan atau perjanjian, si jenglot akan menuntut balas dengan cara-cara halus sebagai metode penyiksaan atau pembunuhan terhadap dukun atau keluarganya. Biasanya, si jenglot menghilang dan berubah wujud ke aslinya, lalu masuk ke dalam tubuh si dukun dan menyakitinya dengan sejumlah penyiksaan.

Yang umum, jenglot menusuk-nusuk tubuh dengan paku, silet, besi, jarum atau alat siksa yang ada. Sering kali kita jumpai, ada orang, melalui rontgen, ditemukan di dalam tubuhnya jarum, silet, paku dan lainnya. Ini adalah perbuatan santet, teluh, tenung atau sihir yang pelakunya adalah jin atau jenglot yang masuk ke dalam tubuh orang itu.

Tensi kemarahan jenglot (jin) lebih tinggi dari pada tensi kemarahan yang muncul dari manusia. Manusia diciptakan Tuhan dari unsur tanah, sedang jenglot diciptakan Tuhan dari unsur api. ‘Over’ tingginya suhu tensi kemarahan dalam diri setiap jenglot dapat dimaklumi dari asal-usul penciptaannya, yaitu api.

Dijauhi Saja

Mempertontonkan jenglot kepada khalayak bukan sesuatu yang melanggar ‘adat istiadat’ jenglot. Namun, penempatan jenglot di tempat yang terang benderang merupakan sebuah pelanggaran ‘tata krama’ kultural sosial kaum jenglot yang identik dengan dunia malam. Masalahnya, kalau malam hari para jenglot berkeliaran (baca : dugem). Tak mustahil warga yang menyaksikan penampakan salah satu jenglot di malam hari, diganggu atau dirasuki oleh jenglot lain.



Di zaman Rasulullah SAW, ada jenglot yang mengganggu salah satu isteri sahabat Rasulullah SAW. Ketika sahabat itu pulang dari medan perang, dia melihat isterinya berdiri di depan pintu sambil berteriak ketakutan, meminta tolong, karena ada ular besar di rumahnya.


Sahabat itu menghunus pedang dan berkelahi dengan si ular, yang ternyata sosok jenglot. Keduanyapun meninggal dunia.
Lalu, Rasulullah SAW bersabda,“Mintalah ampun, khususkan untuk Saudara kita ini! Dia tidak tahu, bahwa yang dia lawan adalah ular jenglot, bukan ular sesungguhnya.” Untuk itu, sebaiknya jenglot dijauhi, tidak usah diganggu atau ditangkap hanya untuk kepentingan komersial, pajangan, aksesori atau tontonan belaka. Kita punya dunia yang berbeda dengan mereka. Mbah Lamidi sebaiknya membiarkan jenglot hidup bebas di alamnya.



Al-Faqiru ila ‘afwi Robbihi
Pakar Hukum Islam, pernah menyelami kehidupan mistis tahun 1992 s/d 1998



SURYA.CO.ID

0 comments:

Posting Komentar