Arakhne
Dahulu
kala di kota Maionia di daerah Asia Minor, hiduplah seorang gadis
cantik yang memiliki bakat menenun yang sangat luar biasa. Bukan hanya
hasil karyanya, namun cara dia menenun pun sangat cantik, bahkan para
nimfa akan meninggalkan hutan dan mata air mereka hanya untuk melihatnya
menenun dan menikmati karyanya. Nama sang penenun ulung itu adalah
Arakhne.
Ia mengambil gulungan benang yang kusut, kemudian dengan
telaten mengurainya dan membentuknya menjadi halus dan ringan seperti
awan. Setiap gerakan tangannya sangat piawai dalam mengatur belitan,
jahitan, dan pola-pola dalam tenunannya. Saking indahnya tenunan gadis
itu, banyak orang yang mengatakan bahwa dewi Athena (dewi penenun)
sendirilah yang mengajarinya menenun.
Namun Arakhne bereaksi keras
terhadap kata-kata itu. Ia menolak jika ia dianggap sebagai murid dari
Athena, bahkan ia berkata bahwa kemampuan menenunnya mampu mengalahkan
Athena dan ia juga menantang secara terbuka dewi Athena untuk mengadu
keahlian menenun dengannya.
Athena mendengar kesombongan Arakhne,
namun ia masih ingin memberikan kesempatan bertobat pada Arakhne. Athena
pun mendatangi Arakhne yang sedang menenun dalam wujud seorang wanita
tua.
Wanita tua itu berkata, "Tenunanmu memang sangat indah, tapi
dengarkanlah saranku. Kau boleh menantang sesama manusia untuk mengadu
kemampuan menenun semaumu, namun janganlah menantang seorang dewi, malah
menurutku sebaiknya kau meminta maaf kepada Athena atas kata-katamu
sebelumnya. Ia sangat bijak dan pemaaf, kau mungkin masih bisa
dimaafkannya."
Arakhne langsung berhenti menenun, kemudian berteriak
kepada wanita tua itu, "Simpan saja saranmu untuk anak cucumu nenek
tua! Aku tahu apa yang aku katakan dan tidak akan mencabutnya!! Aku
tidak takut dengan dewimu, biar saja dia datang dan mencoba
melawanku!!"
Athena pun melepaskan penyamarannya dan menjawab, "Tantanganmu kuterima."
Para
nimfa yang ada, langsung bersujud di hadapan Athena, demikian juga
orang-orang lainnya. Sementara Arakhne gugup melihat kehadiran sang
dewi, namun ia tetap melanjutkan tantangan itu.
Pertandingan
antara Arakhne dan Athena berlangsung seru. Benang-benang melayang
ringan penuh warna dan keindahan. Masing-masing menenun dengan sangat
cepat, namun dengan gerakan yang amat cantik. Tak lama, kain hasil
tenunan mereka pun selesai.
Pada kain tenunan Athena, bagian
tengahnya terdapat gambar kedua belas dewa Olimpus di atas tahta
masing-masing, dan di keempat sudutnya tergambarkan para dewa yang marah
dengan manusia-manusia yang membangkang. Hal itu untuk memperingatkan
lawannya agar lekas menyerah sebelum semuanya terlambat.
Sedangkan
pada kain tenunan Arakhne yang sangat indah, terlukiskan para dewa yang
sedang berzina, berselingkuh, dan memperkosa banyak wanita. Adalah
Poseidon dan Zeus, ayah Athena, yang paling banyak dilukiskan di sana.
Athena
mengagumi karya Arakhne namun sangat murka dengan apa yang terlukis
diatasnya. Ia tidak terima jika ada seorang manusia yang
menjelek-jelekkan ayahnya. Athena pun menghancurkan hasil karya Arakhne.
Kemudian
ia menyentuh dahi Arakhne dan dengan kekuatannya, Athena membuatnya
merasakan rasa bersalah dan rasa malu yang amat sangat. Tidak tahan
dengan perasaan itu, Arakhne langsung berlari dan menggantung dirinya.
Namun
Athena merasa kasihan dengan Arakhne yang tengah mati tergantung pada
tali, hingga akhirnya Athena berkata, "HIiduplah!! wahai gadis penuh
dosa!! Camkan pelajaran ini, dan kau serta keturunanmu akan terus
bergantung dan melanjutkan apa yang biasa engkau lakukan!!"
Wujud
Arakhne perlahan berubah. Tubuhnya mengecil dan menjadi seekor hewan
yang kita kenal dengan sebutan laba-laba, untuk terus menenun selama
hidupnya.
Erisikhthon
Erisikhthon adalah putra Triopas dan ayah Maistra.
Erisikhthon
adalah pria yang kaya dan pongah. Suatu hari dia menebang pohon di
sebuah hutan suci padahal dia sudah diperingatkan bahwa itu bisa memicu
kemarahan para dewa. Akibat perbuatannya itu, seorang Driad (nimfa
pohon) yang tinggal di pohon tersebut mati. Para Driad yang lain
melaporkan hal ini pada Demeter.
Demeter yang marah lalu menghukum
Erisikhthon dengan rasa lapar yang tak pernah terpuaskan. Erisikhthon
memakan semua makan yang dia punya namun dia tak pernah merasa kenyang.
Erisikhthon kemudian menjual semua barang-barangnya untuk membeli
makanan sampai dia tak punya apa-apa kecuali putrinya. Dan karena dia
masih terus merasa lapar, putrinya pun ia jual juga.
Maistra, putri
Eriskhthon, membiarkan tubuhnya disetubuhi oleh dewa Poseidon. Sebagai
balasannya, Poseidon memberi Maistra kemampuan berubah wujud. Dengan
kemampuan itu, Maistra selalu bisa kabur dari orang yang baru saja
membelinya. Setelah kabur, Maistra kembali pada ayahnya dan Erisikhthon
menjual lagi Maistra pada orang lain, begitulah seterusnya sampai
akhirnya Eriskhthon putus asa karena rasa laparnya dan dia pun memakan
dirinya sendiri sampai mati.
Iksion
Iksion adalah raja bangsa Lapith di Thessali.
Iksion
menikahi Dia, putri dari Eionios, namun Iksion menolak membayar mas
kimpoi pada mertuanya. Eionios kesal dan mengambil kuda betina Iksion
sebagai jaminan. Iksion akhirnya berjanji akan membayar mahar asalkan
Eionios mau datang ke kerajaan Iksion. Namun setelah Eionios datang,
Iksion malah membunuhnya dengan melemparnya ke dalam lubang api. Itu
adalah permbunuhan antarkeluarga yang pertama terjadi.
Karena
perbuatanya itu, tidak ada yang mau menyucikan Iksion. Akhirnya Zeus
sendirilah yang turun tangan untuk menyucikan Iksion. Zeus bersedia
melakukannya karena dia bernafsu dan ingin menyetubuhi Dia, istri
Iksion.
Zeus lalu mengundang Iksion ke Olimpus. Di sana Iksion
berjumpa Hera dan menjadi bernafsu pada istri Zeus tersebut. Zeus pun
menjadi curiga pada Iksion namun tidak langsung menghukumnya.
Zeus
kemudian membentuk sebuah awan menjadi Nefele, seorang perempuan yang
sangat mirip dengan Hera. Ketika Iksion melihat Nefele, Iksion mengira
itu adalah Hera dan langsung bersetubuh dengannya. Zeus akhirnya tahu
bahwa Iksion memang menginginkan Hera.
Karena Iksion berani-beraninya
menginginkan Hera, Zeus pun menghukum Iksion dengan mengirimnya ke
Tartaros. Di sana Iksion diikat di sebuah roda api yang terus berputar
tiada henti.
Sementara anak hasil dari hubungan Nefele dan Iksion adalah Kentauros, yang merupakan leluhur para Centaur.
Koronis
Koronis adalah putri dari Flegias raja Thessali. Koronis merupakan kekasih Apollo.
Ketika
Koronis sedang hamil bayi Apollo, Koronis malah selingkuh dan bercinta
dengan pria lain yang bernama Iskhis. Perselingkuhan ini diketahui
oleh seekor gagak, yang langsung menyampaikan berita ini pada Apollo.
Apollo
sangat marah setelah mendengar perselingkuhan itu. Apollo langsung
mendatangi kediaman Koronis. Dia sana, Apollo membunuh Koronis beserta
Iskhis. Namun ketika mayat Koronis sedang dibakar di tumpukan kayu
bakar, Apollo menjadi menyesal atas perbuatannya. Apollo lalu
menyelamatkan bayi yang sedang dikandung Koronis. Bayi itu diberi nama
Asklepios dan oleh Apollo diberikan pada Khiron untuk dibesarkan.
Apollo
melampiaskan penyesalannya pada sang gagak yang membocorkan rahasia
Koronis. Apollo mengubah bulu burung gagak yang awalnya seputih salju
menjadi hitam pekat, dan sejak itu burung gagak menjadi pembawa berita
kematian. Selain itu Apollo juga menempatkan burung gagak di angkasa
sebagai rasi bintang Corvus.
Midas
Suatu
hari, Dionisos menyadari bahwa gurunya, Silenos, telah menghilang.
Silenos sedang mabuk dan berjalan-jalan dalam keadaan mabuk. Silenos
ditemukan oleh beberapa petani dan dibawa pada raja Midas.
Midas tahu
siapa Silenos dan memerlakukannya dengan sangat baik. Setelah menjamu
Silenos selama sepuluh hari, Midas mengembalikan Silenos pada Dionisos.
Atas kebaikannya, Midas dihadiahi satu permintaan. Midas meminta
supaya apapun yang disentuhnya berubah menjadi emas. Dionisos
mengabulkannya meskipun dia menyayangkan mengapa Midas tidak meminta
sesuatu yang lebih baik. Midas sangat senang, dia menyentuh pohon dan
batu yang kemudian berubah menjadi emas. Midas merasa bahwa kini dia
bisa menjadi raja paling kaya di dunia. Midas lalu pulang dan menyuruh
pelayannya menyiapkan makanan. Tetapu dia segera menyadari bahwa dia
tak bisa menikmatinya karena makanan dan air pun berubah menjadi emas.
Bahkan dia membuat putrinya sendiri menjadi emas.
Menyesal atas
keputusannya, Midas berdoa pada Dionisos agar bisa lepas dari sentuhan
emasnya. Dionisos mendengar doa Midas dan menyuruhnya mencuci tangannya
di sungai Paktolos. Midas mengikuti anjuran Dionisos dan ketika dia
menyentuhkan tangannya ke air sungai, kekuatan sentuhan emas tersebut
terbawa oleh air sungai. Akhirnya Midas kembali seperti semula
sedangkan pasir sungai tersebut berubah menjadi berwarna emas.
Likaon
Likaon
adalah raja di Arkadia. Dia berhubungan seksual dengan lima puluh
orang perempuan sehingga memiliki lima puluh orang putra.
Likaon dan
putra-putranya sangat sombong dan arogan. Untuk menyelidikinya, Zeus
mendatangi kerajaan Likaon dengan menyamar sebagai pelancong. Zeus lalu
disambut dan dijamu oleh Likaon. Likaon harus menyuguhkan makanan pada
tamunya, maka Likaon pun menyuruh putra-putranya untuk membunuh adik
termuda mereka, Niktimos. Setelah dibunuh, daging Niktimos dimasak dan
dihidangkan oleh Likaon ke hadapan Zeus.
Zeus mengenali bahwa itu
adalah daging manusia. Zeus menjadi marah dan membalikkan meja. Sebagai
hukuman atas perbuatan Likaon dan putra-putranya, Zeus mengubah Likaon
menjadi seekor serigala, sedangkan semua putra Likaon dihantam sampai
mati oleh Zeus dengan petirnya. Sementara itu Niktimos, sang anak yang
malang, oleh Zeus dihidupkan lagi.
Tantalos
Tantalos
adalah raja Sipilos, Lidia. Tantalos merupakan putra Zeus dan nimfa
Plouto. Tantalos menikahi Dione dan menjadi ayah dari Pelops dan Niobe.
Tantalos
adalah raja yang dikasihi oleh para dewa. Suatu hari para dewa
mengundangnya ke Olimpus untuk ikut makan bersama. Namun Di sana
Tantalos malah secara diam-diam mencuri ambrosia dan nektar, makanan dan
minuman para dewa. Tantalos juga membagi ambrosia dan nektar curian
itu dengan teman-temannya.
Setelah dijamu oleh para dewa, giliran
Tantalos yang mengundang para dewa untuk makan di istananya. Namun
Tantalos menyiapkan makanan yang tidak biasa untuk para tamunya.
Tantalos membunuh anaknya sendiri, Pelops, lalu memasaknya dan
menyajikannya pada para dewa.
Demeter, yang saat itu masih berduka
akibat kehilangan putrinya Persefone, tanpa pikir panjang langsung saja
menyantap daging yang disuguhkan oleh Tantalos.
Adalah Poseidon yang sadar bahwa ini adalah daging manusia. Sang dewa laut langsung memberitahu para dewa lainnya.
Zeus
sangat marah atas perbuatan Tantalos. Zeus pun menghukum Tantalos
dengan mengirimnya ke Tartaros. Di sana Tantalos dirantai di atas sebuah
kolam yang penuh air, namun jika Tantalos hendak meminum airnya, maka
air di kolam tersebut akan surut. Sementara di atas Tantalos terdapat
dahan pohon dengan buahnya, yang akan langsung terangkat ke atas jika
Tantalos mencoba memakannya. Begitulah, Tantalos dihukum dengan
penderitaan lapar dan haus yang tak pernah bisa terpenuhi walaupun
dikelilingi makanan dan air.
Sementara itu para dewa menyusun kembali
daging-daging Pelops dan menghidupkannya lagi. Tetapi sebelah bahu
Pelops sudah hilang dimakan oleh Demeter, maka Hefaistos membuat sebuah
bahu dari gading untuk Pelops.
Niobe
Niobe
adalah putri dari Tantalos dan istri Amfion. Niobe berkuasa di Thebes.
Niobe memiliki tujuh pasang putra-putri, yang dikenal sebagai Niobid.
Karena
memiliki anak yang banyak, Niobe menjadi sombong dan mengklaim bahwa
dia lebih hebat dari Leto, yang hanya punya dua anak. Niobe bahkan
melarang orang-orang menyembah Leto, menurutnya dia lebih pantas
disembah dariapda Leto.
Leto mendengar kesombongan Niobe lalu
memanggil kedua anaknya, Apollo dan Artemis. Leto menyuruh mereka
menghukum Niobe. Apollo dan Artemis membawa busur perak mereka dan
langsung pergi menuju Thebes.
Ketika Apollo tiba, para putra Niobe
sedang berlatih olahraga. Apollo memanah mereka dan satu per satu
putra-putra Niobe pun mati. Amfion tidak kuasa melihat putra-putranya
mati, maka dia pun bunuh diri.
Sementara jiwa Niobe terguncang
bergitu tahu semua putranya mati, namun dia tidak mau meminta ampun pada
Leto. Niobe bahkan berkata bahwa putri-putrinya masih lebih banyak
dibandingkan anak Leto.
Kali ini Artemis yang maju. Ketika
putri-putri Niobe sedang menangisi saudara-saudara mereka yang mati,
Artemis langsung memanah mereka, dan mereka pun mati satu per satu oleh
panah sunyi Artemis hingga hanya tinggal satu saja yang tersisa. Niobe
berusaha melindungi putri terakhirnya itu dengan memeluknya. Namun
panah Artemis tetap mampu membunuh anak terakhir Niobe. Kini tak ada
lagi anak Niobe yang tersisa.
Niobe sangat berduka atas kematian semua anak-anaknya. Akhirnya dia diubah menjadi batu.
Sisifos
Sisifos
adalah pendiri sekaligus raja di Efra. Sisifos melihat Zeus menculik
Aigina ke pulau Oinoni, maka Sisifos pun memberitahukan hal ini pada
Asopus, ayah Aigina, yang bingung mencari ke mana perginya putrinya.
Akibat
tindakannya itu, Zeus marah pada Sisifos. Zeus pun menyuruh Thanatos,
dewa kematian, untuk mengurung Sisifos di Tartaros. Namun Ketika
Thatanos hendak merantai Sisifos, Sisifos terlebih dahulu meminta
Thatantos mencoba dahulu rantai tersebut untuk menunjukkan cara
kerjanya. Setelah Thanatos merantai dirinya sendiri, Sisifos menguncinya
sehingga Thanatoslah yang malah terjebak. Hal ini menyebabkan tidak
ada manusia yang bisa mati. Ares, yang merasa kesal karena tidak ada
manusia yang mati dalam pertempuran, akhirnya membebaskan Thanatos, yang
kemudian membuat Sisifos mati.
Sebelum Sisifos mati, dia meminta
istrinya untuk tidak menguburnya dan melemparkan mayatnya ke tengah
keramaian, yang dituruti oleh istrinya. Setelah mati dan sampai di dunia
bawah, Sisifos membujuk Persefon, ratu dunia bawah, untuk
mengizinkannya keluar sebentar ke alam manusia dan menyuruh istrinya
memberi penguburan yang layak. Persefon mengizinkanya dan Sisifos pun
kembali ke Efra. Namun setelah bebas, Sisifos malah menolak untuk
kembali ke dunia bawah dan ingin tetap di alam manusia. Akhirnya Sisifos
dibawa ke Tartaros secara paksa oleh Hermes.
Di Tartaros, Sisifos
dihukum untuk mengangkat batu besar ke atas bukit. Setelah sampai di
atas, batu tersebut akan menggelinding kembali ke bawah dan Sisifos
harus mengangkatnya lagi dan lagi.
Pentheus
Setelah
berkelana d Asia, dewa Dionisos kemudian memutuskan untuk menyebarkan
ritualnya di tempat asalnya, yakni Thebes. Ketika itu Thebes dipimpin
oleh Pentheus, sepupu Dionisos. Namun Pentheus tidak mempercayai bahwa
Dionisos adalah dewa. Pentheus berpikir bahwa ritual yang dibawa
Dionisos adalah memalukan dan menjijikan.
Kadmos dan Teiresias, kakek
dan teman Pentheus, berusaha mengajak Pentheus untuk mempercayai
Dionisos. Namun Pentheus tetap berpegang pada pendiriannya. Pentheus
malah semakin menekan kegiatan kelompok pemujaan Dionisos.
Pentheus sempat menangkap Dionisos namun Dionisos bisa melepaskan ikatannya dan membuka pintu penjara dengan mudah.
Ibu
Pentheus (Agave} dan dua bibinya (Autone dan Ino) juga tidak
mempercayai kedewaan Dionisos, maka Dionisos pun berniat menghukum
mereka. Dionisos memberi kegilaan pada Agave, Autone, dan Io sehingga
mereka menjadi tidak sadarkan diri dan kemudian mengikuti ritual
Dionisos bersama para mainad (perempuan pengikut Dionisos) di gunung
Khiteron.
Dionisos lalu secara diam-diam membimbing Pentheus menuju
gunung tersebut. Ketika Pentheus mendekati mereka, Agave memergoki
Pentheus dan menyangka bahwa itu adalah seekor babi hutan. Agave pun
langsung mengajak yang lain untuk memburu Pentheus. Pada akhirnya para
mainad, termasuk Agave, Autone dan Io, menyerang dan mengoyak serta
merobek-robek tubuh Dionisos, bahkan Agave sendiri yang memotong kepala
putranya itu.
Akibat perbuatannya itu, Pentheus mati, sedangkan ibu
dan kedua bibi Pentheus diasingkan dari Thebes. Maka tuntaslah hukuman
dari Dionisos untuk mereka.
Teiresias
Teiresias
adalah seorang peramal buta yang terkenal. Dia berasal dari kota
Thebes. Teiresias adalah putra dari Everes dan nimfa Khariklo. Dari
ayahnya, dia menjadi keturunan dari salah seorang Spartoi, Udaios.
Ada
banyak versi mengenai bagaimana Teiresias menjadi buta dan bisa
meramal. Di sini akan diceritakan dua versi yang paling terkenal.
Ketika
masih muda, Teiresias pernah secara tidak sengaja melihat dewi Athena
yang sedang mandi. Athena marah dan membutakan mata Teiresias. Ibu
Teiresias, yang merupakan teman dekat Athena, kemudian memohon pada sang
dewi supaya putranya bisa melihat lagi. Namun kutukan Athena tak bisa
dibatalkan. Sebagai kompensasi atas kebutaannya, akhirnya Athena
memberi Teiresias beberapa kelebihan, di antaranya adalah kemampuan
meramal, pemahaman atas bahasa para burung, masa hidup tujuh kali lebih
panjang daripada masa hidup manusia biasa, dan kemampuan untuk tetap
mengingat masa lalunya walaupun sudah berada di dunia bawah.
Marsias dan Thamiris
Beberapa
manusia memiliki anugerah dan bakat dalam bermain musik dan bernyanyi.
Namun dengan kelebihannya itu, terkadang ada yang malah salah arah
dalam memanfaatkan kemampuannya. Para dewa dan dewi musik tidak
diragukan lagi adalah sosok yang paling mumpuni dalam hal melantunkan
nada-nada indah. Tetapi ada saja orang-orang yang berani menantang
mereka, dan pada akhirnya harus menerima akibat yang tidak ringan.
Berikut adalah Marsias dan Thamiris yang mengira bisa melampaui para
dewa.
Marsias
Suatu hari dewi Athena menciptakan alat musik
yang disebut aulos, yaitu pipa berbuluh dua. Namun ketika Athena
mencoba meniupnya, pipi Athena menjadi menggelembung sehingga
ditertawakan oleh Hera dan Afrodit. Athena yang kesal akhirnya membuang
alat musik itu sembari memberi kutukan bagi siapapun yang
mengambilnya.
Adalah seorang satir bernama Marsias yang menemukan
aulos itu dan mulai memainkannya. Dalam waktu singkat, Marsias pun
menjadi ahli memainkan aulos. Dia menjadi terkenal sebagai pemain aulos
yang hebat. Namun kelebihannya itu membuatnya sombong, dia berani
menantang Apollo, dewa musik.
Apollo menerima tantangan Marsias.
Mereka sepakat bahwa sang pemenang boleh melakukan apapun pada yang
kalah. Para Muse (dewi musik dan nyanyian) menjadi jurinya. Setelah
mereka berdua tampil, para Muse menyatakan bahwa hasilnya seri. Apollo
kemudian mengatakan bahwa mereka harus bertanding lagi tetapi kali ini
mereka harus bermain musik dalam posisi terbalik. Marsias tidak mampu
melakukannya sehingga akhirnya Apollo dinyatakan sebagai pemenang.
Apollo
lalu menghukum Marsias yang telah lancang menantang seorang dewa.
Apollo menggantung Marsias secara terbalik di sebuah pohon dan
mengulitinya hidup-hidup sampai Marsias tak punya kulit dan mati.
Para
dewa dan nimfa hutan berkabung dan menangisi nasib Marsias. Dari air
mata mereka kemudian mengalirlah sungai yang disebut sungai Marsyas.
Thamiris
adalah seorang penyair putra Filammon dan Argioppe dan merupakan cucu
Apollo dan Khione. Dia adalah manusia pertama yang mencintai sesama
jenis. Thamiris merupakan kekasih Hiakinthos sebelum sang pemuda menjadi
kekasih Apollo.
Thamiris sangat mahir dalam bermain musik dan
bernyanyi, alat musiknya adalah lira. Suatu hari dia memenangkan sebuah
kontes musik dan dinyatakan sebagai penyanyi terbaik. Akibatnya dia
menjadi sombong dan bahkan berani menantang para dewa. Thamiris
menantang para Muse dalam sebuah kontes musik. Mereka membuat
kesepakatan bahwa sang pemenang boleh melakukan apapun pada yang kalah.
Pada akhirnya para Muse yang berhasil memenangkan kontes. Sebagai
hukuman bagi Thamiris atas kelancangannya, para Muse membutakan matanya
dan menghilangkan kemampuannya dalam bernyanyi serta berpuisi.
Melanippos dan Komaitho
Di kota Patrai, Akhaia, hiduplah seorang perempuan bernama Komaitho. Dia adalah pendeta perawan di kuil Artemis.
Komaitho
memiliki kekasih bernama Melanippos. Melanippos mencoba mendatangi
orang tua Komatho untuk melamar kekasihnya itu. Namun ayah Komaitho
menolak lamaran Melanippos. Bahkan keluarga Melanippos sendiri tidak mau
membantunya untuk mendapatkan Komaitho.
Komaitho dan Melanippos
menjadi putus asa karena tak bisa menikah. Akhirnya saking putus asanya
dan besarnya hasrat keduanya, mereka tidak memedulikan lagi hal-hal
lainnya dan langsung berhubungan seksual di kuil Artemis.
Artemis
marah karena ternyata pendetanya sendiri yang menodai kuil sucinya.
Artemis lalu menghukum mereka dengan mengirim wabah penyakit dan
kelaparan ke kota Patrai.
Para penduduk Patrai meminta nasehat pada
orakel Delphi, Sang orakel memberitahu mereka bahwa dewi Artemis sedang
marah karena kuilnya telah dinodai. Untuk menenangkan sang dewi,
penduduk Patrai harus mengorbankan Melanippos dan Komaitho, selain itu
para penduduk harus memberikan persembahan seorang pria dan perempuan
muda setiap tahun untuk Artemis, dan itu harus terus dilakukan sampai
datang seorang raja dari tanah asing yang membawa dewa baru.
Para
penduduk kembali ke Patrai dan langsung mengorbankan Melanippos dan
Komaitho di altar Artemis. Sejak itu, setiap tahunnya seorang pemuda dan
seorang perawan dikorbankan untuk Artemis.
Kebiasaan ini terus
berlangsung sampai akhirnya datanglah Euripilos yang membawa patung dewa
Dionisos. Berkat kedatangan Euripilos ini, kebiasaan berdarah itu pun
dihentikan.
sumber