Antivirus Made in Indonesia
Artikel Intisari April 2011
Peter Norton dalam salah satu interview di pertengahan tahun 1980
pernah berkata bahwa ancaman virus hanya isapan jempol belaka dan
ancaman virus tersebut hanya dibesar-besarkan. Hal tersebut sebenarnya
tidak terlalu salah, “jika” anda hidup di tahun 1980-an. Tetapi jika
anda cukup beruntung dan panjang umur sehingga bisa tetap hidup di tahun
1990-an anda akan mendapati kenyataan bahwa apa yang dikatakan Peter
Norton tersebut salah. Apalagi di tahun 2000-an, industri antivirus
sudah menjadi salah satu industri besar bernilai triliunan rupiah. Lalu
kalau berbicara tentang antivirus di Indonesia, tentunya kita diingatkan
kembali dengan aksi fenomenal virus lokal Rontokbro yang mampu
memusingkan pembuat virus mancanegara dan secara tidak langsung membuat
para programmer tergelitik untuk membuat program antivirus melawan
Rontokbro dan gerombolan virus lokal lainnya. Banyak sekali antivirus
lokal yang bermunculan untuk melawan virus-virus lokal tetapi mayoritas
tenggelam ditelan waktu dan seleksi alam meninggalkan beberapa pemain
antivirus lokal yang cukup tangguh seperti Pcmav, Smadav, Ansav dan
Anvi. Kawah Candradimuka Jika anda bertanya, perusahaan antivirus lokal
apa yang pertama kali menjual antivirus secara komersial di Indonesia.
Jawabannya bukan Pcmav, Smadav atau Ansav, karena ketiga antivirus ini
tidak menjual programnya secara komersial tetapi memberikannya secara
gratis atau sebagai sisipan dari majalahnya. Kalaupun memang tiga
perusahaan ini menjual antivirusnya secara komersialpun umurnya masih
kalah dengan program antivirus yang satu ini. Bahkan kalau mau di lihat
dari sisi umur, sebenarnya perusahaan yang pertama kali menjual
antivirus di Indonesia secara komersial ini seumuran dengan Symantec
(Norton) dan McAfee yang termasuk ke dalam pelopor antivirus komersial.
Adalah Mikrodata yang merupakan majalah komputer di tahun 1990-an yang
pertama kali menjual program antivirus dalam disket 5 ¼ inci dan di
distribusikan melalui toko buku Gramedia. Program yang dinamakan
Mikrodata Antivirus tersebut pada umumnya digunakan untuk membasmi virus
lokal yang menginfeksi komputer di tahun 1990-an.
Secara teoritis, harusnya Mikrodata Antivirus yang merupakan sepupu
Norton dan McAfee bisa berkembang dengan baik dan menjadi satu
perusahaan sekuriti dari Indonesia yang disegani, tetapi hal ini tidak
terjadi. Mengapa ? Kalau ingin kita belajar dari sejarah, kemungkinan
ada dua penyebab. Pertama adalah industri piranti lunak yang kurang
dihargai di Indonesia pada saat itu dimana penghargaan atas HAKI (Hak
Atas Kekayaan Intelektual) sangat rendah sehingga pembuat piranti lunak
tidak mendapatkan dukungan / keuntungan finansial yang cukup dalam
menjual produknya (banyak di bajak) sehingga secara pelan tapi pasti
akan mematikan usaha pembuat piranti lunak dan akan makin sedikit orang
yang berminat mengembangkan usahanya di bidang piranti lunak. Selain
itu, kita juga tidak bisa menyalahkan pemerintah melulu, kemungkinan
naluri bisnis yang belum mencium adanya peluang besar di sektor sekuriti
ini. Tetapi yang jelas, sumbangan Mikrodata terhadap perkembangan
sekuriti di Indonesia pada tahun-tahun berikutnya juga masih besar
dimana pembuat antivirus lokal yang dominan di kancah pervirusan
Indonesia setidaknya pernah mendapatkan banyak ilmu dari Mikrodata.
Kalau praktisi sekuriti dan antivirus di ibaratkan Gatotkaca, maka
Mikrodata adalah kawah Candradimuka. Brontok si pemberontak Sangat sulit
membicarakan program antivirus tanpa membicarakan virus. Ibarat kalau
kita bicara polisi itu ada karena ada maling / penjahat. Kalau tidak ada
penjahat atau pelanggar peraturan, yah polisi tidak diperlukan.
Antivirus itu ada karena ada virus dan kalau mau meniadakan antivirus,
tentunya hilangkan saja virus, otomatis antivirus tidak diperlukan lagi.
Tetapi apakah mungkin meniadakan virus ? Pertanyaan yang sama dapat
diajukan adalah : Apakah mungkin meniadakan orang jahat ? Jawabannya
sudah jelas, tidak mungkin. Tetapi sering muncul kecurigaan para
pengguna komputer, khususnya yang pernah menjadi korban virus dan bete
sekali dengan virus, apalagi pas mau bersihkan virus dia harus bayar
lagi.
Bahwa pembuat virus itu adalah pembuat antivirus karena jelas-jelas
mereka yang mendapatkan keuntungan dari penyebaran virus. Percuma juga
para pembuat antivirus menyangkal tuduhan ini, karena buntut-buntunya
penuduh akan bilang, “Maling mana ada yang mau mengaku ?” Maka hal yang
paling mudah dilakukan adalah melihat sejarah lagi. Para pembuat virus
yang tertangkap seperti pembuat virus Melissa, I Love You, Anna
Kournikova dan Netsky yang tertangkap polisi dan di hukum semuanya tidak
bekerja untuk perusahaan antivirus dan membuat virus hanya berdasarkan
keisengan, kebanggaan, rasa ingin dihargai bahwa mereka pintar (walaupun
dalam perkembangan terakhir, pembuat virus mulai mengorganisir diri
mereka dan mencari cara untuk mendapatkan uang secara langsung dari
penyebaran virusnya baik dengan menipu, menakut-nakuti atau mengancam
korbannya dengan menyebarkan Rogue Antivirus / antivirus palsu). Hal
yang sama juga terjadi di Indonesia. Walaupun sebelumnya sempat muncul
virus lokal Kangen yang dibuat oleh mahasiswa dari kota Pempek dan
(mungkin) karena tidak mau kalah dari kota Palembang seorang programmer
dari kota Kembang meluncurkan virus ciptaannya di pertengahan tahun 2005
yang celakanya dan diikuti oleh ratusan pembuat virus dari kota-kota
lain di seluruh Indonesia sehingga menyebabkan banjir virus lokal.
Hebatnya lagi, varian virus yang muncul berikutnya yang makin canggih
dan mampu mengelabui program antivirus mancanegara. Virus yang dikenal
dengan nama Brontok / Rontokbro (nama virus ini diilhami oleh Elang Jawa
/ Brontok) ini mampu menyebar dengan sangat efektif karena memanfaatkan
penyebaran melalui UFD (USB Flash Disk) dimana penyebaran dan
penggunaan UFD di Indonesia pada saat itu sangat tinggi. Hal ini
disebabkan karena kondisi perekonomian masyarakat dan infrastruktur
internet Indonesia yang masih lemah sehingga mayoritas mengakses
internet melalui warnet dan menyimpan data-data pentingnya menggunakan
UFD. Pada saat antivirus mancanegara kewalahan menghadapi virus lokal,
muncul antivirus yang diberikan secara gratis oleh majalah PC Media dan
menamakan dirinya PCMav. Dalam perkembangannya PCMav dapat mendeteksi
dan membersihkan virus lokal dengan baik dan mendapat hati di cukup
banyak pengguna komputer. Seiring berjalannya waktu, muncul banyak
antivirus lokal lain seperti Ansav, AVI, Smadav, Elkav, Morphost dan
banyak antivirus lainnya yang jumlahnya mencapai 40-an. Tetapi seiring
berjalannya waktu, para antivirus lokal ini berguguran dan meninggalkan
gelanggang antivirus lokal pada beberapa pemain utama saja. Dua
antivirus lokal yang saat ini dikatakan bersaing sangat ketat adalah
PCMav dan Smadav.
Uniknya, masing-masing antivirus memiliki pendukung dan penggemar
fanatik. Dalam tingkatan tertentu penggemar masing-masing antivirus
sudah seperti pengguna sistem operasi komputer saja, yang sangat fanatik
dan cinta mati dengan antivirusnya. Ibarat Bonek yang cinta mati dengan
Persebaya yang demi membela tim kesayangannya meskipun cekak tetapi
rela berdesak-desakan di kereta guna membela tim kesayangannya. Dan sama
seperti Bonek, jika bertemu dengan penggemar tim lain maka yang terjadi
adalah gesekan-gesekan yang tidak perlu seperti perkelahian antar
penggemar. Padahal dalam sepakbola ... eh salah ... dalam dunia
pervirusan sudah menjadi hukum dasar bahwa virus selalu selangkah lebih
maju daripada antivirus sehingga lebih baik energi yang berlebihan ini
dicurahkan pada usaha untuk memperbaiki engine dan menambah database
antivirus daripada saling menjelekkan atau menyerang. Para pembuat
antivirus mancanegara yang notabene saling bersaing keras di pemasaran
antivirus masih bisa bersatu dan berkumpul dalam wadah-wadah yang dapat
membantu menguatkan industri antivirus seperti EICAR, AVAR dan Virus
Bulletin. Kualitas Antivirus Lokal Ibarat TIM Nasional Indonesia yang
tidak terkalahkan di Senayan, antivirus lokal masih menjadi jagoan
kandang, PCMav dan Smadav memang sering terbukti lebih baik dari
antivirus mancanegara dalam mendeteksi dan memberishkan virus lokal
(walaupun terlihat beberapa antivirus mancanegara mulai menyadari hal
ini dan mulai meningkatkan usahanya dalam meningkatkan database virus
lokal) tetapi kalau urusan virus impor, antivirus lokal masih keteteran.
Hal ini bukannya tidak disadari oleh antivirus lokal, terbukti PCMav
yang berusaha melengkapi dirinya dengan plugin antivirus open source
Clamav sehingga “diharapkan” mampu menjadi produk yang mumpuni dan mampu
mendeteksi virus lokal dan virus mancanegara. Tetapi yang menjadi
masalah adalah dunia virus ini luar biasa dinamis dan membutuhkan
stamina dan energi yang tidak terbatas untuk selalu mengupdate database
antivirus. Pada saat ini, Clamav saja sudah keteteran dalam mendeteksi
sample virus, dimana menurut pengetesan dari lembaga independen seperti
AV-Comparative.org kemampuan deteksi virusnya masih kalah jika
dibandingkan dengan antivirus konersial atau gratis lainnya. Antivirus
Made in Indonesia di kancah Global Bukan tidak mungkin bagi antivirus
Indonesia untuk bersaing dengan antivirus global dan tidak menjadi jago
kandang saja. Ada beberapa hal yang menurut penulis harus dimiliki
seperti :
• Bahasa pemrograman disarankan menggunakan bahasa C.
• Interface dalam Bahasa Inggris, hal ini merupakan persyaratan dasar. Kalau bisa malah tersedia dalam berbagai macam bahasa.
• Kemampuan pengumpulan sample virus mancanegara yang konsisten dan
analis yang ready 24 jam. Hal ini dapat dicapai salah satunya dengan
menjadi anggota komunitas pembuat antivirus seperti Eicar, Virus
Bulletin atau AVAR.
• Penghargaan yang tinggi atas HAKI dan karya anak negeri sendiri.
• Model bisnis yang jelas dan mampu bertahan untuk jangka panjang.
Persaingan antar perusahaan antivirus yang semakin hari semakin
tajam. Jangankan saling membanting harga, sampai satu titik tertentu mau
antivirus yang gratisan saja sudah banyak tersedia. Jangan menganggap
kalau gratisan itu kualitasnya tidak baik, lihat AVG, Avira, Dr. Web
Cureit! yang jelas-jelas memiliki kemampuan mendeteksi dan membasmi
virus dengan sangat baik juga tersedia secara gratis untuk para pengguna
komputer. Antivirus gratisan seperti memiliki program dan tujuan yang
jelas menggratiskan antivirusnya, dimana mereka menyediakan antivirus
berbayar untuk program antivirus yang lebih canggih.
info@vaksin.com
PT. Vaksincom
Jl. Tanah Abang III / 19E JAkarta 10160 Ph : 021 3456850 Fx : 021 3456851
Tidak ada komentar:
Posting Komentar