Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan tanggal yang sangat bersejarah bagi
Bahasa Indonesia yang saat itu diresmikan menjadi bahasa negara dan
bahasa persatuan dari sekian banyaknya bahasa daerah dinegara ini.
Banyak
yang mengatakan bahwa Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu yang
dimodifikasi lalu dicampur dengan bahasa-bahasa serapan dari berbagai
daerah dan dari bahasa asing kemudian di bakukan. Sedangkan bahasa
melayu sendiri berasal/berakar dari bahasa Austronesia yang mulai
muncul sekitar tahun 6.000-10.000th lalu.
* Asal Usul Bahasa Austronesia menurut teori hipotesa Out of Taiwan *
Asal
usul bahasa Austronesia, ada beberapa hipotesa tetapi yang paling
umum adalah hipotesa bahwa asal usul leluhur penutur bahasa
Austronesia adalah Formosa (Taiwan) atau lebih dikenal dengan teori
hipotesa Out of Taiwan. Salah satu pakar linguistik yang sangat
mendukung teori ini adalah Robert Blust.
Sejak tahun 1970-an
Blust telah mencoba merekontruksi silsilah dan pengelompokan
bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia, misalnya kosakata protobahasa
Austronesia yang berkaitan dengan flora dan fauna serta gejala alam
lain.
Blust juga membuat rekontruksi pohon kekerabatan rumpun
bahasa Austronesia dan perkiraan waktu percabangannya, mulai dari
Proto-Austronesia hingga Proto-Oceania. Para leluhur ini pada awalnya
berasal dari Cina Selatan yang kemudian bermigrasi ke Taiwan pada
5.000-4.000th SM, namun akar bahasa Austronesia baru muncul beberapa
abad kemudian di Taiwan.
Kosakata yang dapat direkonstruksi
dari bahasa awal Austronesia yang dapat dilacak antara lain : rumah
tinggal, busur, memanah, tali, jarum, tenun, mabuk, berburu, kano,
babi, anjing, beras, batu giling, kebun, tebu, gabah, nasi, menampi,
jerami, hingga mengasap.
Para petani purba di Taiwan ini
berkembang cepat dan lalu terpecah-pecah menjadi kelompok-kelompok
yang hidup terpisah dan bahasanya menjadi berbeda-beda dengan
setidaknya kini ada sembilan bahasa yang teridentifikasi sebagai
bahasa formosa.
Migrasi leluhur Taiwan ke Filipina mulai terjadi
pada 4.500-3.000th SM. Leluhur ini adalah salah satu dari kelompok
yang memisahkan diri. Mereka bermigrasi ke selatan menuju Kepulauan
Filipina bagian utara yang kemudian memunculkan cabang bahasa baru
yakni Proto-Malayo-Polinesia (PMP).
Tahap berikutnya terjadi
pada 3.500-2.000th SM dimana masyarakat penutur bahasa PMP yang
awalnya tinggal di Filipina Utara mulai bermigrasi ke selatan
melaluli Filipina Selatan menuju Kalimantan dan Sulawesi serta ke
arah tenggara menuju Maluku Utara.
Proses migrasi ini membuat
bahasa PMP bercabang menjadi bahasa Proto Malayo Polinesia Barat
(PWMP) dikepulauan Indonesia bagian barat dan Proto Malayo Polinesia
Tengah-Timur (PCEMP) yang berpusat di Maluku Utara.
Namun
pada 3.000-2000th SM leluhur yang ada di Maluku Utara bermigrasi ke
selatan dan timur. Hanya dalam waktu singkat migrasi dari Maluku
Utara mencapai Nusa Tenggara sekitar 2.000th SM yang kemudian
memunculkan bahasa Proto Malayo Polinesia Tengah (PCMP).
Demikian
pula migrasi ke timur mencapai pantai utara Papua Barat dan
melahirkan bahasa-bahasa Proto Malayo Polinesia Timur (PEMP). Migrasi
dari Papua Utara ke barat terjadi pada 2.500th SM dan ke timur pada
2.000-1.500th SM dimana penutur PEMP di wilayah pantai barat Papua
Barat melakukan migrasi arus balik menuju Halmahera Selatan, Kepulauan
Raja Ampat, dan pantai barat Papua Barat yang kemudian muncul
bahasa yang dikelompokkan sebagai Halmahera Selatan Papua Nugini
Barat (SHWNG).
Setelah itu kelompok lain penutur bahasa PEMP
bermigrasi ke Oseania dan mencapai Kepulauan Bismarck di Malanesia
sekitar 1.500th SM dan memunculkan bahasa Proto Oseania.
Sedangkan
di Kepulauan Indonesia di bagian barat, setelah sempat menghuni
Kalimantan dan Sulawesi, pada 3.000-2.000th SM, penutur PWMP bergerak
ke selatan, bermigrasi ke Jawa dan Sumatera.
Penutur PWMP yang
asalnya dari Kalimantan dan Sulawesi itu lalu bermigrasi lagi ke
utara antara lain ke Vietnam pada 500th SM dan Semenanjung Malaka.
Dan menjelang awal tahun Masehi penutur bahasa PWMP menyebar lagi ke
Kalimantan (arus balik) sampai ke Madagaskar.
Bentuk rumpun
bahasa Austronesia ini lebih menyerupai garu daripada bentuk pohon.
Karena semua proto-bahasa dalam kelompok ini, dari Proto Malayo
Polinesia hingga Proto Oseania menunjukan kesamaan kognat yang
tinggi, yaitu lebih dari 84 persen dari 200 pasangan kata.
Bahasa
Indonesia sekarang ini, sudah sangat kompleks karena penuturnya
tidak hanya hidup dengan sukunya masing-masing dan beradaptasi dengan
rumpun bahasa dunia lainnya seperti dari India, Arab, Portugis,
Belanda dan Inggris.
seeepp.....ganbatte
BalasHapus