Jangankan
vaksin, obat pun tak ada. Anda juga tak dapat mengembangkan
kekebalan terhadap penyakit yang disebabkan parasit sangat tipis
sepanjang satu meter ini.
Cacing guinea (Dracunculus medinensis)
telah menyebabkan penderitaan pada manusia selama puluhan ribu tahun.
Tugas terberat para pekerja kesehatan kini adalah mengubah perilaku
masyarakat di tempat-tempat termiskin dan paling telantar di dunia
untuk membasmi pertahanan terakhir penyakit ini hingga tuntas.
Awalnya,
tahun 1995 ditetapkan sebagai tahun pengakhiran penyakit cacing
guinea, namun sekarang rencana itu digeser ke tahun 2009. Seandainya
batas waktu ini tak berubah, maka cacing guinea akan menjadi penyakit
kedua—sesudah cacar—dan parasit manusia pertama yang dihapus dari
sejarah. Carter Center, yang sejak tahun 1986 telah memimpin upaya
untuk menghentikan siksaan ini, melaporkan hanya 16.000 kasus yang
ditemukan dan semuanya ada di Afrika.
Larva
cacing guinea hidup di dalam tubuh kutu air. Ketika manusia meminum
air yang mengandung kutu air, sistem pencernaan kita membinasakannya,
namun tidak mematikan larva cacingnya yang terus berkembang menjadi
dewasa. Cacing jantan akan mati setelah kawin di dalam tubuh manusia,
sementara betinanya terus membesar dalam waktu singkat—pertumbuhannya
kira-kira mencapai lebih dari dua sentimeter tiap pekan.
Dalam
waktu setahun cacing ini perlahan-lahan mengeluarkan diri dari tubuh
manusia yang dihuninya dengan menjulurkan kepala terlebih dahulu di
bagian bawah kaki atau lengan manusia yang menjadi korban. Proses ini
menyebabkan nyeri luar biasa. Luka bekas lubang keluarnya cacing ini
akan membesar sesentimeter demi sesentimeter dan begitu menyakitkan.
Sering kali penderita terburu-buru mencari sumber air untuk merendam
luka mereka.
Ketika
cacing guinea yang masih berada di dalam tubuh manusia itu merasa
dekat dengan air, ia akan melepaskan ribuan larva yang kemudian
dimakan kutu air. Dan lingkaran ini terus berlanjut. Pada era 1900-an,
cacing guinea ditemukan di sebagian besar wilayah Afrika dan Timur
Tengah, Asia Tengah dan Selatan.
Sejalan
dengan meningkatnya sarana air bersih, cacing ini menghilang di
berbagai wilayah. Namun, pertengahan 1980-an masih ada sekitar 3,5 juta
kasus di Asia dan Afrika. Untuk membasminya, para ahli punya cara
sederhana: mengajari masyarakat cara menyaring air minum (kain katun
biasa dapat dipakai sebagai penyaring) dan mencegah penderita dengan
cacing yang keluar dari tubuhnya mendekati sumber-sumber air.
Hasilnya
lumayan. Di Mali jumlah penderita turun dari 10.000 menjadi kurang
dari 400 dalam 14 tahun. Tetapi, kemajuan seperti ini terhambat di
Sudan dan Ghana yang saat ini menjadi tuan rumah 90 persen seluruh
kasus di dunia. Perang saudara selama 22 tahun yang berakhir awal
tahun ini menjadi penyebab tak tercapainya sasaran di Sudan Selatan.
Upaya
pembasmian tertunda di Ghana akibat pecahnya perang antarsuku pada
1994. Untuk menjalankan kembali proyek ini, para petugas sukarela
berkeliling dari rumah ke rumah pada tahun 2002. Hasilnya: jumlah
penderita menurun 60 persen di awal tahun ini.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar