Sejarah Islam Syi'ah dan Sunni

 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEicryxf1jlb2X0m8NLND7t2O5-_5_GmdT9ysIsSZVIz1bcWYLDi9g_XXjZqPztfPeHqTHuWz-zLyKimB352E6jvA2rw3105cQ5KdycmMyIhWTMdQ8wNfXSnYilNdhktkyR-SVBjTzA6XqQ/s320/islam+copy.png

 Kita sering mendengar istilah Islam Syiah, tetapi kadang lupa istilah Islam Sunni. Sunni atau Ahlus Sunnah Wal Jamaah adalah pemeluk Islam mayoritas di dunia. Jumlahnya mencapai 90% sedangkan Syiah hanya 10% dan terfokus di Republik Islam Iran. Sesuai namanya, Sunni berarti “orang-orang yang senantiasa menegakkan Islam sesuai dengan Al-Quran dan hadits, sesuai dengan pemahaman sahabat nabi, tabi’in (sahabat dari sahabat nabi), dan tabi’ut tabi’in (sahabat dari sahabat dari sahabat nabi).

Diskusi tentang Syiah dan Sunni sampai hari ini menjadi diskusi tak berkesudahan, terkait dengan persoalan keyakinan, fikih, bahkan politik. Sering kali perdebatan dan saling tuduh terjadi lantaran sudut pandang yang bias.
Agar kita mendapatkan sudut pandang yang jernih tentang hal ini, tentu kita mesti menengok terlebih dahulu sejarah Syiah dan Sunni, terutama pada era kekhalifahan, di mana kedua sekte (aliran) itu lahir, bergesekan dan berdampingan.
Berawal dari Pertikaian
Dikotomi Syiah dan Sunni tidak pernah ada sebelum peristiwa tahkim (arbitrase) pada abad ke-1 H, yaitu perundingan damai antara Ali bin Abi Thalib, yang saat itu menjabat sebagai khalifah ketiga, dengan Muawiyah bin Abi Sufyan yang mengklaim sebagai khalifah. Kedua sahabat tersebut bertikai, bahkan berperang, dan menemui titik temu pada peristiwa tahkim itu.
Sebagian pengikut Ali tidak sepakat dengan arbitrase ini. Mereka lalu keluar dari barisan pendukung dan membuat kelompok tersendiri yang kemudian dikenal dengan nama Khawarij, yang malah balik menentang Ali. Sedangkan sebagian lagi bersikap sebaliknya: mendukung penuh Ali. Kelompok ini lantas dinamai Syiah, yang artinya “para pengikut.” Adapun umat Islam yang lain, yang tidak masuk dalam kelompok pendukung maupun penentang, disebut kelompok Sunni. Khawarij punah seiring zaman, sementara dua sekte yang lain tetap hidup.

Pada perkembangan selanjutnya, kedua sekte ini mengembangkan perbedaan-perbedaan mereka kepada ranah teologi (keyakinan), fikih, dan sikap politik. Kaum Sunni sepakat bahwa para Khalifah Yang Empat (khulafaur-rasyidin) adalah sah, yaitu Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Sementara, beberapa kelompok Syiah hanya mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Menurut mereka, penerus sah kepemimpinan Muhammad Saw adalah Ali, lalu diteruskan kepada para imam yang suci dari kalangan Ahlul Bayt (keluarga Nabi Muhammad Saw).
Dalam sejarah politik Islam, Syiah menjadi oposan (penentang) utama kekhalifahan Dinasti Umayah (abad ke-1 -2 H) yang Sunni, karena dianggap memusuhi ahlul bayt yang dalam Syiah disucikan dan diagungkan. Ketika Dinasti Umayah runtuh, Syiah sempat mendapatkan kekuasaan ketika turut serta mendirikan kekhalifahan Dinasti Abassiyah pada pertengahan abad ke-2 H. Namun, beberapa lama kemudian, Syiah menjauh lagi dari kekuasaan.
Pada masa kekacauan pemerintahan Abassiyah, salah satu sekte Syiah, yaitu Ismailiyah (yang paling banyak dipermasalahkan oleh Sunni akibat keyakinannnya yang menyimpang) menguasai Mesir dan mendirikan kekhalifahan Dinasti Fathimiyah di sana pada 910 M. Dinasti ini sempat mendirikan sebuah universitas yang terkenal hingga kini, yaitu Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir. Setelah beberapa kurun, Fathimiyah runtuh dan Al-Azhar diambil alih oleh Sunni.

Aliran dan Mazhab dalam Syiah
Terkait keyakinan Syiah tentang para “Imam yang suci”, ada beberapa aliran dalam hal ini. Ada yang menetapkan jumlah 12 untuk imam, yaitu aliran Syiah "itsna ‘asyari" (syiah 12 imam), dan ini aliran yang paling populer. Ada juga yang menetapkan lima imam dan tujuh imam. Namun tidak semua aliran menentang keabsahan kekhalifahan Abu Bakar dan Umar seperti yang dituduhkan. Aliran Zaidiyah misalnya, tetap mengakui kekhalifahan sebelum Ali.
Dalam bidang fikih (hukum), Syiah dan Sunni memiliki banyak perberbedaan karena metode ushul fikih (kaidah penggalian hukum) yang berbeda, terutama karena Syiah menjadikan pendapat imam sebagai sumber hukum Islam. Sedangkan, Sunni hanya membatasi sumber hukum Islam pada Al-Quran, Hadits, Ijma (kesepakatan), dan qiyas (analogi). Namun, ada satu mazhab fikih Syiah yang diakui oleh golongan Sunni, yaitu mazhab Ja’fari, hingga dikatakan sebagai “mazhab kelima” setelah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Keempat mazhab ini beraliran Sunni.

Sunni-Syiah Hari Ini
Akibat perbedaan mendasar dalam banyak hal, kedua sekte ini tetap hidup masing-masing hingga kini. Pengikut Sunni meliputi mayoritas umat Islam di seluruh dunia Islam. Sedangkan, penganut Syiah terkonsentrasi di Irak dan Iran. Bahkan di Iran, Syiah mendirikan negara sendiri berdasarkan teologi dan fikih Syiah sejak Revolusi Iran tahun 1979.
Hingga saat ini, kedua sekte mengembangkan pemikiran keagamaannya masing-masing, meski ada beberapa upaya untuk mendekatkan pemikiran Sunni dan Syiah.




Mengapa Sunni muncul?
Sejarah Sunni dimulai ketika ricuhnya perpolitikan yang mengatasnamakan Islam. Nabi Muhammad wafat sebelum menunjuk pengganti. Oleh karena itu, terjadi konflik tentang siapa yang paling pantas menggantikan beliau sebagai khalifah. Setelah ketegangan dan tarik-ulur selama dua hari sehingga menunda pemakaman jasad Nabi Muhammad, ditunjuklah Abu Bakar as-Shiddiq sebagai khalifah. Penunjukan ini tidak memuaskan beberapa kalangan. Bahkan, kalangan yang mengklaim bahwa Ali bin Abi Thalib lebih sah menjadi khalifah kemudian memisahkan diri dan membentuk Syiah.
Sementara itu, golongan yang lebih umum, kemudian disebut Sunni. Golongan ini hingga saat ini terbagi dalam empat mahzab berbeda. Yang perlu dicatat, empat mahzab tersebut tidak menandakan perpecahan. Perbedaan empat mahzab hanya terletak pada masalah-masalah yang bersifat “abu-abu”, tidak diterangkan secara jelas oleh Al-Quran atau hadits seiring dengan kemajuan zaman dan kompleksitas hidup muslim.
Empat Imam utama Sunni yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Syafii, Imam Malik, dan Imam Ahmad bin Hambal. Mereka sama-sama mengambil ijtihad (upaya) dalam menyelesaikan masalah yang bersifat “abu-abu” tersebut.

Adapun empa mahzab Sunni adalah sebagai berikut.

1. Mahzab Hanafi
Mahzab ini didirikan oleh Imam Abu Hanifah. Mahzab ini diikuti oleh 45% muslim dunia; jumlah yang paling besar di dunia. Penganut mahzab Hanafi kebanyakan terletak di Asia Selatan dan Asia Tengah. India, Libanon, dan Pakistan termasuk negara-negara yang berkiblat pada Imam Abu Hanifah.

2. Mahzab Syafi’i
Mahzab ini didirikan oleh Imam Syafi’i. Jumlah pengikutnya mencapai 28% muslim dunia. Umat Islam negara kita, Indonesia, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Malaysia, Brunei, Thailand, Singapura) berbasis pada mahzab ini.

3. Mahzab Maliki
Mahzab ini didirikan oleh Imam Malik. Penganutnya tersebar luas di daerah Afrika Barat dan Utara. Jumlah pengikutnya mencapai 20% muslim.

4. Mahzab Hambali

Mahzab ini digagas oleh murid Imam Ahmad bin Hambal. Meskipun hanya dianut oleh 5% muslim dunia, mahzab inilah yang dipegang oleh negara Arab Saudi. Yang menarik, Arab Saudi yang didirikan oleh Klan Saud termasuk dalam negara yang juga berpegang teguh pada sikap eksklusif Wahhabiyah, yang kadang dikaitkan dengan “terorisme Islam”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar