Menguak Konspirasi Freemason dalam Film (Sherlock Holmes)



Pada masa Fir'aun ilmu sihir merupakan ilmu "andalan" guna memperkokoh eksistensi otoritas kekuasaannya
Quote:
Quote:
ANAK-anak usia sekolah di negeri kita mungkin sangat akrab dengan komik animasi Jepang (manga) berjudul “Detektif Conan” karya Aoyama Gosho yang menceritakan tentang lika-liku seorang detektif SMU bernama Sinichi Kudo dalam menghadapi organisasi kawanan jubah hitam yang telah meracuninya dengan formula APTX 4869 sehingga tubuhnya mengecil. Demi mencari obat penawarnya dan untuk mengetahui lebih dalam tentang organisasi tersebut, Sinichi terpaksa merahasiakan identitasnya dengan tetap menyamar sebagai anak kecil bernama 'Conan Edogawa'.

Sebenarnya, nama ‘Conan’ sendiri diambil dari seorang novelis bernama ‘Sir Arthur Conan Doyle’ yang telah menghasilkan karya novel misteri dengan tokoh utamanya seorang detektif bernama ‘Sherlock Holmes’. Kekuatan analisa serta insting tajam yang dimiliki oleh Sherlock Holmes dalam memecahkan setiap misteri, ditambah lagi rasa salut Aoyama Gosho terhadap novelis Conan Doyle inilah yang mendorong Aoyama untuk melahirkan sebuah "reinkarnasi" karakter seorang detektif baru bernama Conan Edogawa itu.

Aoyama Gosho mungkin bukan satu-satunya orang yang terinspirasi oleh Sherlock Holmes, bahkan perusahaan film Warner Bros Pictures dan Village Roadshow Pictures turut terilhami untuk berkolaborasi dalam mengangkat cerita Sherlock Holmes tersebut ke layar lebar. Tak disangka, film yang disutradarai oleh Guy Ritchie ini sangat mengagetkan, karena film yang berdurasi 2 jam 8 menit tersebut sangat kental dengan muatan ritus Illuminati-Kabbalah dan sarat dengan aroma konspirasi global Freemason dalam menciptakan sebuah tatanan dunia baru.

Kabbalah yang secara harfiah berarti “tradisi yang diterima” atau “tradisi lisan” menurut Murat Ozgen –seorang Freemason Turki– dalam bukunya Masonluk Nedir ver Nasildir? (Apa dan Seperti Apa Freemasonry Itu?) mengatakan; “Kita tidak mengetahui dengan jelas dari mana Kabbalah datang atau bagaimana ia berkembang. Ia adalah nama umum untuk sebuah filsafat yang unik, berbentuk metafisik, esoterik, dan mistik, yang terutama berhubungan dengan agama Yahudi. Ia diterima sebagai ilmu kebatinan Yahudi, tetapi sebagian elemen yang dikandungnya menunjukkan bahwa ia terbentuk jauh lebih dahulu dari Taurat.”

Oleh karena itu, jika akar Kabbalah ditelisik kembali, dapat diketahui bahwa Kabbalah merupakan repetisi dari ilmu magis warisan bangsa Mesir kuno semenjak rezim Fir’aun yang masih menganut budaya pagan. Praktik magis ini kemudian diajarkan secara lisan kepada Bani Israil secara turun-temurun dengan sangat rahasia.

Yahudi sendiri sebenarnya "agama sempalan" yang terlahir dari Bani Israil. Sedangkan "Bani Israil" secara harfiah berarti "anak-cucu Nabi Ya'qub". Dalam Al-Qur'an –tepatnya surat Yusuf– diceritakan bahwa generasi pertama nenek-moyang Bani Israil adalah keduabelas putera Nabi Ya'qub itu sendiri. Di antara putera Nabi Ya'qub adalah; Yusuf, Benyamin dan Yahudza. Konon nama Yahudi –menurut salah satu pendapat– merujuk kepada nama Yahudza ini.

Sebagaimana dikisahkan pula dalam surat tersebut, bahwa Nabi Yusuf meminta kedua orang tuanya berikut sebelas saudaranya untuk berhijrah ke Mesir dan berdomisili di sana. Nabi Yusuf kala itu telah diangkat sebagai bendaharawan kerajaan Mesir dan menjadi sosok paling penting dalam mengatur finansial kerajaan.

Dari sini dapat diketahui bahwa Fir'aun (raja Mesir) pada zaman Nabi Yusuf bukanlah Fir'aun yang lalim. Kedua, bahwa putera-putera Nabi Ya'qub telah meminta maaf kepada ayah mereka dan bertobat kepada Allah atas makar yang dulu pernah mereka lakukan untuk menyingkirkan Yusuf kecil. Ketiga, mereka juga masih berpegang teguh terhadap Millah Ibrahim (Tauhid) dan tidak menyembah berhala. Dan keempat, dari Mesir inilah Bani Israil kemudian tumbuh berkembang dan terus berinteraksi dengan penduduk asli Mesir hingga datangnya masa Nabi Musa yang akan mengentaskan mereka dari kelaliman Rameses-II, yaitu raja Mesir ketiga dari dinasti kesembilanbelas yang merupakan Fir'aun terkejam dan terkafir sebagaimana yang dikisahkan dalam Al-Qur'an.

Pada masa Fir'aun (Rameses-II), ilmu sihir merupakan ilmu "andalan" guna memperkokoh eksistensi otoritas kekuasaannya. Ia juga memiliki sekelompok penyihir kelas kakap yang selalu ia mintai pertimbangan dalam menentukan kebijakan negara. Salah satu contoh kebijakan Fir'aun yang terlahir dari inisiatif para penyihir adalah penyembelihan terhadap bayi lelaki dari keturunan Bani Israil.

Selain itu, Fir'aun juga 'menuruti' nasehat para penyihirnya untuk menantang Nabi Musa guna mengadu kekuatan "ilmu gaib" pada yaum ziinah (salah satu hari raya bangsa Mesir kuno) untuk membuktikan siapa yang lebih hebat di antara mereka.

Fir'aun selalu mengikuti saran para penyihirnya dalam setiap kebijakan. Kecuali pada saat penyihir tersebut tak mampu lagi menandingi mukjizat Nabi Musa dan mereka pun lalu beriman kepada Allah, maka pada saat itu Fir'aun tidak lagi 'patuh' akan petuah para penyihirnya dan tetap menolak ajaran Nabi Musa.

Bahkan Fir'aun kemudian menyalib para penyihirnya yang telah bertobat itu dan memotong tangan-kaki mereka secara silang. Kejadian tersebut terekam jelas dalam Kitab yang tak mungkin salah, yaitu Al-Qur'an dalam surat Thaha:

"Lalu tukang-tukang sihir itu tersungkur dengan bersujud, seraya berkata: "Kami telah percaya kepada Tuhan Harun dan Musa." Berkata Fir'aun: "Apakah kamu telah beriman kepadanya (Musa) sebelum aku memberi izin kepadamu sekalian. Sesungguhnya ia adalah pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu sekalian. Maka sesungguhnya aku akan memotong tangan dan kaki kalian dengan bersilang secara bertimbal balik, dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma dan kalian akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksanya." (QS. Thaha [20]: 70-71)

Para penyihir Fir'aun dengan seketika bertobat dan rela mengorbankan nyawa mereka setelah mengetahui bahwa tongkat Nabi Musa yang berubah menjadi ular bukanlah sihir, mereka juga sadar bahwa ular yang mereka sihir dari tali-temali hanyalah ilusi belaka dan tak nyata seperti Mukjizat Nabi Musa.

Sejatinya, ketika Allah menurunkan sebuah mukjizat, Allah akan memberikan suatu "keajaiban" yang sesuai dengan kondisi umat di mana seorang Rasul diutus kepada mereka. Oleh karenanya Allah selalu memperhatikan aspek "ajaib" apakah yang paling dikagumi oleh umat tersebut. Sebagaimana Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah saw. dengan tatanan bahasa Arab yang sangat mengagumkan, hal tersebut karena bangsa Arab kala itu terkenal sangat jago bersyair dan berlomba-lomba saling show-up, 'memamerkan' kemahiran linguistik mereka baik dari segi Fashahah maupun Balaghah.

Demikian halnya ketika Allah memberikan mukjizat "tongkat ular" kepada Nabi Musa, hal itu tiada lain untuk menunjukkan kepada bangsa Mesir kuno terhadap sesuatu yang tidak dapat mereka tandingi dengan sihir yang kala itu sangat fantastis dan selalu mereka banggakan.

Ular memang selalu menjadi simbol penting dalam dunia persihiran, ular juga sangat identik dengan iblis yang penuh bisa beracun. Karena itu pula raja-raja Mesir kuno menggunakan simbol ular ini di atas mahkota mereka.

Para penyihir Fir'aun kala itu memang telah bertobat dan bertauhid hingga mereka mati syahid karena disalib oleh Fir'aun, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa ajaran sihir mereka kemudian diadopsi oleh Bani Israil dan terus diamalkan. Bahkan hingga masa kerajaan Nabi Sulaiman pun Bani Israil masih mempraktikkan ilmu hitam ini.

"Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan (kitab sihir) pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (Tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babi,l yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan: "Sesungguhnya kami Hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir." (QS. Al-Baqarah [2]: 102).

Dalam ayat di atas turut ditegaskan bahwa sihir telah muncul di era Babilonia (Babil). Diketahui juga bahwa Babil merupakan tempat kelahiran Nabi Ibrahim, dimana umatnya adalah para penganut paganisme. Bahkan Azar, ayah Nabi Ibrahim sendiri adalah seorang pembuat berhala. Paganisme dan ilmu sihir dari Babilonia dan Mesir inilah yang kemudian mengilhami tarekat Kabbalah dalam aliran kebatinan mereka.





sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3784177

Tidak ada komentar:

Posting Komentar